Stats Perform
·2 Maret 2019
In partnership with
Yahoo sportsStats Perform
·2 Maret 2019
Ketika Christophe Galtier menangani Lille tiga hari sebelum Natal 2017, mereka dalam krisis, terpuruk di klasemen dan dilarang merekrut pemain pada bursa transfer berikutnya karena kekhawatiran terhadap finansial klub.
Sekitar setahun berikutnya, klub yang sama berdiri di posisi kedua klasemen Ligue 1 Prancis, menuju kualifikasi Liga Champions musim depan. Hanya pemuncak klasemen, Paris Saint-Germain yang mencetak gol lebih banyak dan kemasukan lebih sedikit dari Lille.
Rahasia kesuksesan Lille ternyata sederhana: Galtier memberi kepercayaan terhadap penyerang-penyerang muda yang akhirnya menghebohkan Le Championnat.
Lille memiliki kemewahan dalam hal ketersediaan pemain utama musim ini, dengan sedikit masalah cedera dan sanksi larangan bermain menimpa tim, sehingga tim mereka cukup mudah diprediksi. Memimpin lini depan adalah Rafael Leao, yang ditopang trio Nicolas Pepe, Jonathan Ikone dan Jonathan Bamba. Di tengah, Xeka dan Tiago Mendes menjadi pengatur permainan.
Mengeluarkan performa terbaik Pepe menjadi faktor krusial dalam keberhasilan tim. Sebelum Galtier datang musim lalu, mantan striker Angers tersebut biasa ditempatkan di tengah, posisi yang tidak nyaman bagi dia.
Sekarang, dia kembali bermain di posisi alami sebagai winger, dia menikmati musim dengan mencetak 16 gol dan delapan assist untuk membuatnya jadi buah bibir di Eropa. Hanya Kylian Mbappe dan Edinson Cavani yang menciptakan gol lebih banyak di Ligue 1 daripada Pepe.
Sejumlah klub raksasa terus memantau intensif sang penyerang, dengan Barcelona, Arsenal, Paris Saint-Germain dan Bayern Munich termasuk dari mereka yang dikaitkan dengan pemain 23 tahun itu.
Bahkan Galtier merasa pesimistis mengenai masa depan bintang klubnya tersebut. "Bagaimana Anda bisa mempertahankan pemain ketika dia diinginkan klub-klub raksasa?"
Sementara itu, kesuksesan Lille musim ini karena aksi brilian di bursa transfer, saat mereka memboyong secara gratis Bamba dan Leao musim panas lalu, keduanya tidak terikat kontrak dengan alasan berbeda.
Bamba salah satu pemuda paling potensial di Saint-Etienne, tetapi retaknya hubungan dengan klub membuat dia bisa menghabiskan masa kontrak. Galtier, yang lama melatih St-Etienne, melihat celah dan bergerak cepat untuk merekrut pemain yang langsung beradaptasi baik di skuat utama dengan mencetak sembilan gol.
Sementara, pemuda bertalenta lainnya yang dijuluki 'Mbappe Portugal', Leao, lebih sulit digaet, dengan beberapa klub memperebutkan tanda tangannya. Lille berhasil merekrut sang penyerang, yang memiliki awal lambat tetapi meledak sejak Desember, mencetak enam gol dan satu assist. Ia berperan penting menambah dimensi dalam permainan Lille, yang memiliki tendensi terlalu mengandalkan kecepatan Pepe dan Bamba.
Kemudian, pada posisi playmaker diisi oleh mantan pemain muda PSG, Jonathan Ikone, sosok berusia 20 tahun dari Bondy yang bergabung pada musim panas 2018.
Kerap dikritik karena kemampuan teknik briliannya masih belum jadi pembeda yang diharapkan dari pemain No.10, dia semakin berkembang musim ini, mendapat keuntungan dari keberadaan striker murni, Leao. Lima assist dan dua gol menjadi bukti peningkatan performanya di atas lapangan hijau.
Menimbang rata-rata usia para penyerang sebesar 20.75 tahun, gelandang bertahan Xeka (24) dan Thiago Mendes (26) tampak tua apabila dibandingkan.
Bagaimanapun juga, duet itu berperan penting dalam ketajaman lini depan klub, memberikan keseimbangan di lini tengah, di mana mereka bisa memainkan bola dengan efektif dan cerdas.
Memang, Lille memiliki skuat termuda di Ligue 1 dengan rata-rata hanya 23,8 tahun, tetapi dari permainan yang mereka peragakan, tidak ada tanda-tanda kurang dewasa.
Galtier memiliki keseimbangan luar biasa di tim, yang terus berkembang setiap pekan dan mereka sepertinya bisa mempertahankan hal tersebut hingga musim panas - dan setelah itu, mereka harus berjuang keras mengenyahkan ketertarikan pada bintang-bintang muda tim.