Stats Perform
·19 April 2019
In partnership with
Yahoo sportsStats Perform
·19 April 2019
Gelaran Piala Asia 2019 menjadi salah satu pencapaian tertinggi dalam karier internasional Stephan Schrock, dengan dirinya dipercaya mengenakan ban kapten tim nasional Filipina.
Itu merupakan penampilan pertama Filipina dalam sejarah partisipasi mereka di turnamen terbesae se-Asia. The Azkals memang hanya sampai di fase grup, tapi performa mereka sebagai debutan tak mengecewakan.
Bermain bersama Filipina sebenarnya bukan impian awal Schrock. Maklum, winger kidal yang kini berusia 32 tahun tersebut sebenarnya pernah mencuat di awal kariernya dan sempat digadang-gadang sebagai salah satu talenta menjanjikan di Jerman, tanah kelahirannya.
Schrock pun sempat membela timnas Jerman U-21, seangkatan dengan bintang Bayern Munich, Manuel Neuer serta penggawa Barcelona, Kevin-Prince Boateng. Namun seiring berjalannya waktu, takdir level internasional membawanya ke tempat lain untuk menjadi bagian dari timnas Filipina, negara asal ibunya.
"Karier saya seperti schröckylike. Saya sangat senang dengan apa yang telah terjadi, mengingat bagaimana saya menjalani hidup ini dan darimana saya berasal," buka Schrock kepada Goal soal awal mula masuk ke dunia sepakbola.
Sejak mengawali ranah profesional pada 2004, Schrock pernah memperkuat klub papan atas Bundesliga yakni Hoffenheim dan Eintracht Frankfurt, selain klub kasta kedua Greuther Furth yang merupakan tim pertamanya. Beragam tantangan muncul sebelum Schrock terbiasa dengan profesinya.
"Pada awal kiprah profesional, saya tidak benar-benar hidup seperti pemain profesional, sangat sedikit perhatian pada diri saya sendiri. Masa muda saya penuh banyak omong kosong, terlalu sering berpesta dan berpergian dengan orang yang salah. Kalau dipikir-pikir, saya tak banyak mengerti arti sebagai pemain profesional. Sulit bagi saya untuk bertahan sebagai talenta ternama," kenangnya.
"Titik baliknya ada saat Bruno Labbadia [eks pelatih Furth yang kini menukangi Wolfsburg] datang, ia pernah menyuruh saya untuk mencuci mobil selama bulan-bulan pertamanya. Ia menempatkan saya di sisi kiri dan mengatakan secara keras bahwa saya akan gagal apabila tidak serius dalam dunia sepakbola. Ada kaitannya dengan gaya hidup, diet, stamina dan waktu tidur saya. Sejak saat itu ada banyak hal yang saya dapatkan untuk membantu perjalanan karier."
Pada 2011, Schrock resmi membela Filipina. Sebagai sosok yang lahir dan tumbuh besar di Eropa dengan segala fasilitas yang nyaris tanpa kekurangan, ia punya pengalaman unik mengenai kejutan perbedaan budaya yang ditemuinya di Asia.
"Akhir 2018 kami bermain di Piala AFF. Selama pelatihan dalam persiapan tim, bus kami mengalami kerusakan di tengah jalan raya dan kami harus berkendara pulang ke hotel dengan taksi," kata pemain berpostur 170cm itu sembari tertawa.
"Dua hari kemudian, kami diberi tahu bahwa lampu di tempat latihan kami tidak berfungsi. Kami tetap berlatih di sana, beraktivitas 15 menit sebelum matahari terbenam dan kembali ke hotel saat senja. Bayangkan saya jika itu terjadi di Jerman."
Sudah tiga tahun ini Schrock tinggal di Filipina, tepatnya setelah memutuskan bergabung dengan klub lokal Ceres-Negros pada 2016 lalu. Ia pun lantas menceritakan pengalamannya merumput di kompetisi yang relatif belum profesional dan baru membangun fondasi sepakbola.
"Sepakbola di Filipina belum pada tingkat yang bisa menghasilkan uang. Saya pikir kebanyakan pemain profesional di sini baru memiliki pendapatan setara dengan kompetisi kasta ketiga Jerman," terangnya.
"Di sini jauh berbeda dengan Jerman, permainannya masih tidak sama dengan apa yang ada di sepakbola Eropa karena di sini kurang taktis. Cuaca juga berpengaruh besar terhadap permainan, selain panas ada hujan deras yang terkadang membuat lapangan bermain tak bisa digunakan. Saat malam terkadang juga masih panas dan lembap, kondisi seperti itu permainan menjadi lambat dan tak taktis."
Langsung
Langsung
Langsung
Langsung
Langsung
Langsung